Rabu, 29 Mei 2019

OMSET MENURUN? TEMUKAN PENYEBAB DAN SOLUSINYA


#Part 1
Faktor Eksternal


 Omset Penjualan Menurun Bikin Galau?

         Omset adalah total penghasilan kotor usaha. Omset dihitung dengan mengkalikan total produk terjual dengan harga per item.Bagi pelaku bisnis, saat usaha mengalami penurunan omset atau sepi orderan pastilah jadi galau. Benar atau tidak? Ya, saya kira hampir semua pasti merasa galau. Apalagi jika hal itu berlangsung hingga beberapa waktu, dan tidak jua lekas ada tanda-tanda akan segera membaik. Sementara pengeluaran untuk gaji pegawai dan biaya operasional perusahaan terus berjalan setiap harinya.Sebagian orang mungkin ada yang merasa frustasi, lalu menyerah dan diikuti dengan keputusan untuk menjual usaha dan aset perusahaan kepada pihak lain. Mereka berpikir bahwa membiarkan perusahaan terus merugi adalah keputusan yang salah. Memang salah! Masak iya sih, perusahaan merugi dibiarkan. Tapi, apakah keputusan menjual usaha itu juga benar? Dalam bisnis, jangankan penurunan omset, bangkrut itu hal biasa.


           Tahukah kamu, banyak pebisnis besar atau pelaku usaha yang sukses awalnya mengalami kebangkrutan. Akan tetapi mereka memiliki mindset yang berbeda tentang kebangkrutan. Pebisnis sukses melihat atau menganggap kebangkrutan sebagai 'uang sekolah'. Artinya begini, kita sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi, berapa biaya yang sudah dikeluarkan oleh orang tua kita? pernahkah kamu menghitungnya? Tanpa disadari mungkin orangtua kita telah mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta. Pernahkah berpikir, apa yang sudah kita peroleh dari pendidikan selama kurang lebih 20 tahun (TK-Perguruan Tinggi) ? Ilmu pasti. selain ilmu kita mendapatkan banyak pengalaman. Namun,jika kita mau menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk pendidikan kita itu, lalu kita berandai-andai, uang yang sudah dikeluarkan untuk biaya pendidikan kita jika diakumulasikan mungkin oleh orang tua kita bisa dibelikan mobil, rumah, atau asset lainnya. Tapi dengan membelanjakannya sebagai biaya pendidikan, apakah itu berarti orang tua kita RUGI/BANGKRUT? A BIG NO. Jadi, apabila kita mengalami kerugian/bangkrut dalam bisnis, anggaplah itu sebagai 'uang sekolah', telah mendapatkan pengalaman dan ilmu dari kebangkrutan itu sendiri. Selanjutnya, kita harus kembali bangkit, jangan menyerah. Ingat! setiap kegagalan adalah bagian dari proses.


        Di sini saya tidak akan membahas benar atau salah secara panjang lebar, karena poinnya di sini adalah, saya ingin sharing pengalaman, apa yang bisa dilakukan saat omset mengalami penurunan.



      Saya baru tiga tahun menjalankan usaha toko pakaian (online dan offline), yang namanya usaha pasti ada saat-saat pasang ada saat-saat surut. Saat usaha sedang pasang atau omset meningkat,biasanya selalu berbanding lurus dengan meningkatnya pekerjaan, sehingga kita mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran kita pada pekerjaan. Sibuk mengatur dan memanfaatkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan agar deadline tidak meleset, pesanan jadi tepat waktu, customer puas dan senang, dan segera menyelesaikan pembayarannya. Pada kondisi seperti ini, apa yang kita pikirkan dan kerjakan hanya fokus pada bagaimana menyelesaikan pekerjaan (baca: pesanan) urgent saat itu. Tidak  sempat memikirkan ide inovasi, juga tidak ada waktu untuk merumuskan strategi atau terobosan-terobosan baru dalam pemasaran.  Jika ada sedikit waktu luang pun, kita gunakan untuk beristirahat karena kita sudah penat dan capek.

      Sebaliknya, saat usaha sedang surut atau sepi order, pekerjaan lebih sedikit, dan waktu lebih longgar, artinya kita punya banyak waktu luang untuk beristirahat atau relax. Selama ini, jika dalam kurun waktu 1-2 minggu omset tampak mengalami penurunan, biasanya saya gunakan untuk beristirahat. Relax dulu, menikmati waktu. 1-2 minggu itu hal biasa, jangan langsung galau apalagi stress. Bisnis itu tidak mungkin grafiknya naik terus, pasti ada kalanya turun juga. Hadapi dengan tenang, dan tinggal piknik dulu saja.

Mencari Faktor Penyebab Penurunan Omset Penjualan

       Penurunan omset penjualan bisa disebabkan oleh banyak faktor, bisa faktor  eksternal atau faktor internal. Pada part 1, aku hanya akan membahas mengenai faktor eksternal. 
Faktor eksternal itu misalnya pengaruh musim/cuaca, situasi politik, atau kebijakan/peraturan baru pemerintah.

-    Pengaruh musim/cuaca
      Contohnya, misal usahamu adalah jualan es cincau, biasa laku keras di musim panas (kemarau) dengan omset rata-rata 300.000/hari. Eh, pas tiba musim hujan, omset kamu turun jadi setengahnya atau bahkan lebih buruk lagi, misal turun 60%. Penurunan omset karena factor  ini bukan kamu saja yang mengalami, tapi dirasakan semua pelaku usaha sejenis. Hal ini disebabkan, pada musim hujan/dingin orang cenderung mengurangi konsumsi makanan/minuman dingin, sebaliknya mereka beralih ke makanan/minuman yang bisa menghangatkan tubuh mereka. Penurunan omset tersebut bisa disiasati dengan menambah menu jualan, jika di musim panas kamu jualan es cincau, di musim hujan produksi es cincau dikurangi, dan bisa kamu lengkapi menu lain yang banyak dicari orang di musim dingin, misalnya wedang asle atau ronde.

-    Situasi politik
     Bagaimana situasi politik bisa menjadi factor yang mempengaruhi omset penjualanmu? Contoh yang baru saja kita alami bersama, yaitu masa jelang PEMILU April 2019. Selama kurang lebih 6 bulan Negara disibukkan dengan kegiatan kampanye dan tetek-bengek yang berkaitan dengan persiapan pesta demokrasi tersebut. Nah, selama enam bulan itu berpengaruh sekali loh dengan permintaan barang. Cerita sedikit tentang pengalamanku sendiri, selama ini selain jalanin usaha olshop fesyen, aku juga ada usaha agen/distributor buku, spesialisasi buku pendidi an luar sekolah (PLS) yaitu modul-modul pembelajaran yang banyak dibutuhkan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Meskipun begitu aku juga melayani pesanan lain, yang tidak jauh-jauh dari kebutuhan PKBM itu sendiri, seperti meja belajar, rak buku, lemari, sampai baju batik untuk pengurus-pengurusnya. Pihak customer yang memesan modul di tempatku seringkali menulis daftar kebutuhan untuk PKBM atau sekolahnya, lalu minta dicarikan sekalian.

       Selama ini aku punya customer setia yang setiap tahun selalu ada permintaan barang, biasanya ada 2 kali permintaan dalam 1 tahun, yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Permintaan bulan Februari biasanya direalisasikan pada bulan April/Mei, akhir Mei atau awal Juni sudah dilakukan pelunasan. Permintaan bulan Agustus biasanya direalisasikan pada sekitar bulan September atau Oktober, mentok sampai akhir tahun, semua  clear. Tapi, pada tahun 2018 permintaan turun, biasanya setahun 2 kali, kemarin hanya sekali. Lalu, di tahun 2019 ini, biasanya bulan Februari sudah mulai ada surat permintaan barang masuk, tapi bulan maret baru ada tanda-tanda, yaitu mulai ada permintaan katalog product 2019. Katanya mau mempelajari katalognya dulu, surat permintaan barang dikirimkan setelah PEMILU. Kenapa menunggu setelah PEMILU? Karena anggaran/bantuan dari pemerintah belum pada turun, diperkirakan baru cair setelah pesta demokrasi selesai. Jadi,…sabarrr duluuuuu. Saat ini PEMILU sudah selesai, tapi orang kembali disibukkan dengan kegiatan bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Akhirnya, kembali tertunda, nanti setelah lebaran, begitu kata customerku. Sabar…kalau rejeki tidak akan kemana. Bagitulah, aku kira sedikit ceritaku di atas sudah bisa memberikan gambaran korelasi antara pengaruh situasi politik terhadap omset penjualan kita.

       Bagaimana cara aku mengatasi masalah itu? Mungkin karena aku ada tiga lini usaha, yaitu kost, toko pakaian, dan distributor buku, jadi ketiganya bisa saling menopang, artinya ketika salah satu mengalami penurunan omset penjualan yang disebabkan faktor ekternal seperti disebutkan di atas, usaha lain bisa diandalkan. Akan berbeda jika usaha kita hanya satu jenis, dan sumber penghasilan kita juga hanya bersumber pada usaha tersebut, maka jika terjadi hal-hal seperti di atas, bisa dipastikan usaha akan goyah.
  
-    Kebijakan Pemerintah
      Kebijakan pemerintah ini bisa terkait dengan diberlakukannya undang-undang baru atau bisa juga berupa instruksi pemerintah yang sifatnya temporer atau sementara waktu. Aku kasih contoh yang masih hangat saja, yaitu adanya pembatasan akses social media  (whatsapp, Instagram, dan Facebook) oleh MENKOMINFO selama 3 hari, terhitung dair tanggal 22-25 Mei. Bagi mereka yang menggunakan medsos sebatas untuk hiburan atau senang-senang mungkin ngga begitu berpengaruh, kecuali kesal saja karena tidak bisa leluasa membuka foto/video yang berseliweran di beranda. Kadang ada teman unggah video dengan diberi caption yang mengundang rasa penasaran, tapi ga bisa buka videonya. Kesal, ya mungkin sebatas itu. Tapi, bagi orang yang memanfaatkan social media untuk berjualan, medsos adalah pasar. Jadi, adanya pembatasan akses social media oleh MENKOMINFO = MENUTUP PASAR. Bagaimana bisa berjualan kalau pasarnya saja ditutup. Dalam hal ini penjual dan pembeli sama-sama dirugikan.

      Sosmed bersifat maya tapi kita berinteraksi dan melakukan transaksi jual beli dengan customer secara riil. Ya, meski tidak bertatap muka langsung, bahkan tidak pernah ketemu atau kenal sebelumnya, tapi terjadi transaksi nyata, buyer mentransfer sejumlah uang ke rekening seller untuk pembayaran barang yang dibeli, dan seller mengirim barang ke customernya.  Selama pembatasan akses sosmed berlangsung , banyak sekali pelaku bisnis online mengeluhkan penurunan omset , bahkan ada yang tidak bisa berjualan sama sekali. Apalagi pembatasan itu dilakukan bersamaan dengan moment menjelang ramadhan, dimana permintaan barang sedang mengalami peningkatan tajam, terutama yang menjual produk fesyen, makanan, dan sembako.  Tidak dipungkiri, para padagang pasti berharap bisa panen raya di moment ini.

     Usaha toko bajuku pun ikut terimbas, dari tanggal 22-24 Mei omset penjualan menurun drastis. Biasanya admin kewalahan balas chat, selama 2 hari pertama tidak ada chat masuk di WA. Di hari ketiga, mulai ada tapi hanya satu atau 2 orang saja, itu pun reseller. Di marketplace pun ikut mengalami penurunan, karena sinyal internet yang down, ya selama 3 hari itu memang susah mengakses, aku sebagai seller membuka satu produk saja cuma muter…muter…dan muter saja, terkadang sudah menunggu lama, eh gambarnya tidak mau muncul. Calon pembeli yang ingin melihat-lihat produk pun mengalami kendala demikian, jadinya kebanyakan mereka mengurungkan niatnya untuk membeli online. Tanggal 25 Mei sinyal internet mulai normal kembali, secara resmi pada hari itu MENKOMINFO mengumumkan bahwa masa pembatasan akses internet dan social media telah berakhir. Tapi, waktu emas belanja online untuk keperluan lebaran semakin pendek. Pihak ekpedisi sendiri juga mulai mengalami overload. Dalam kondisi seperti ini, calon pembeli menjadi ragu untuk berbelanja online. Mereka tentu tidak mau berspekulasi, niatnya beli baju buat hari raya, tapi barang kemungkinan baru sampai setelah hari raya idul fitri. Penurunan omset penjualan karena adanya pembatasan akses internet dan social media dirasakan merata, semua pedagang online ikut merasakan.

     Pedagang yang memiliki toko online dan offline jika omset penjualan online turun masih bisa berharap dari toko offline-nya. Bagaimana dengan usahaku sendiri? Aku memang memulai usahaku dari pasar online, meski sekarang ada toko offline, tetapi omset jauh dari omset online. Saat ini, penghasilan offline tokoku itu hanya sekitar 11,9% dari seluruh omset. Sisanya 79,1% diperoleh dari pasar online, baik marketplace maupun online lainnya (IG, FB, dan WA).

Saat ada pembatasan akses social media oleh pemerintah kemarin aku lebih menyikapinya dengan tenang, bagaimanapun apa yang dilakukan pemerintah demi mengatasi stabilitas politik nasional. Sambil menunggu kondisi kondusif dan koneksi internet normal, aku pakai buat evaluasi pekerjaan. Selama ini aku memang membuat catatan-catatan tentang kinerja pegawai. Aku juga mencatat masalah/kendala yang dihadapi setiap bulan. Biasanya setiap 3 bulan sekali, catatan itu aku rangkum. Dalam acara makan bersama, evaluasi terhadap kinerja mereka aku sampaikan, misal ada complain customer mengenai kualitas pelayanan mereka, aku sampaikan juga. Aku minta mereka menyampaikan kendala dan permasalahan dalam pekerjaan agar bisa dibicarakan solusinya.  


















#omsetmenurun
#solusipenurunanomset
#menemukanpenyebabpenurunanomset
#supplierbajubatiksolo
#onlineshop
#peluangusahaonline
#jasajahitonline
#langitjua
#langitjuacollection
#mumpunibatiksolo
#batikbangausolo