#Part 1
Faktor Eksternal

Tahukah kamu, banyak pebisnis besar atau pelaku usaha yang sukses awalnya mengalami kebangkrutan. Akan tetapi mereka memiliki mindset yang berbeda tentang kebangkrutan. Pebisnis sukses melihat atau menganggap kebangkrutan sebagai 'uang sekolah'. Artinya begini, kita sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi, berapa biaya yang sudah dikeluarkan oleh orang tua kita? pernahkah kamu menghitungnya? Tanpa disadari mungkin orangtua kita telah mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta. Pernahkah berpikir, apa yang sudah kita peroleh dari pendidikan selama kurang lebih 20 tahun (TK-Perguruan Tinggi) ? Ilmu pasti. selain ilmu kita mendapatkan banyak pengalaman. Namun,jika kita mau menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk pendidikan kita itu, lalu kita berandai-andai, uang yang sudah dikeluarkan untuk biaya pendidikan kita jika diakumulasikan mungkin oleh orang tua kita bisa dibelikan mobil, rumah, atau asset lainnya. Tapi dengan membelanjakannya sebagai biaya pendidikan, apakah itu berarti orang tua kita RUGI/BANGKRUT? A BIG NO. Jadi, apabila kita mengalami kerugian/bangkrut dalam bisnis, anggaplah itu sebagai 'uang sekolah', telah mendapatkan pengalaman dan ilmu dari kebangkrutan itu sendiri. Selanjutnya, kita harus kembali bangkit, jangan menyerah. Ingat! setiap kegagalan adalah bagian dari proses.
Di sini saya tidak akan membahas benar atau salah secara panjang lebar, karena poinnya di sini adalah, saya ingin sharing pengalaman, apa yang bisa dilakukan saat omset mengalami penurunan.
Di sini saya tidak akan membahas benar atau salah secara panjang lebar, karena poinnya di sini adalah, saya ingin sharing pengalaman, apa yang bisa dilakukan saat omset mengalami penurunan.
Saya baru tiga tahun menjalankan usaha toko pakaian (online
dan offline), yang namanya usaha pasti ada saat-saat pasang ada saat-saat surut.
Saat usaha sedang pasang atau omset meningkat,biasanya selalu berbanding lurus
dengan meningkatnya pekerjaan, sehingga kita mencurahkan waktu, tenaga, dan
pikiran kita pada pekerjaan. Sibuk mengatur dan memanfaatkan waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan agar deadline tidak meleset, pesanan jadi tepat waktu,
customer puas dan senang, dan segera menyelesaikan pembayarannya. Pada kondisi
seperti ini, apa yang kita pikirkan dan kerjakan hanya fokus pada bagaimana
menyelesaikan pekerjaan (baca: pesanan) urgent saat itu. Tidak sempat memikirkan ide inovasi, juga tidak ada
waktu untuk merumuskan strategi atau terobosan-terobosan baru dalam pemasaran. Jika ada sedikit waktu luang pun, kita gunakan
untuk beristirahat karena kita sudah penat dan capek.
Sebaliknya, saat usaha sedang surut atau sepi order,
pekerjaan lebih sedikit, dan waktu lebih longgar, artinya kita punya banyak
waktu luang untuk beristirahat atau relax. Selama ini, jika dalam kurun waktu
1-2 minggu omset tampak mengalami penurunan, biasanya saya gunakan untuk
beristirahat. Relax dulu, menikmati waktu. 1-2 minggu itu hal biasa, jangan
langsung galau apalagi stress. Bisnis itu tidak mungkin grafiknya naik terus,
pasti ada kalanya turun juga. Hadapi dengan tenang, dan tinggal piknik dulu
saja.
Mencari Faktor Penyebab Penurunan Omset Penjualan
Penurunan omset
penjualan bisa disebabkan oleh banyak faktor, bisa faktor eksternal atau faktor internal. Pada part 1, aku hanya akan membahas mengenai faktor eksternal.
Faktor eksternal itu misalnya pengaruh musim/cuaca, situasi politik, atau kebijakan/peraturan baru pemerintah.
- Pengaruh musim/cuaca
Contohnya, misal usahamu adalah jualan es
cincau, biasa laku keras di musim panas (kemarau) dengan omset rata-rata
300.000/hari. Eh, pas tiba musim hujan, omset kamu turun jadi setengahnya atau
bahkan lebih buruk lagi, misal turun 60%. Penurunan omset karena factor ini bukan kamu saja yang mengalami, tapi
dirasakan semua pelaku usaha sejenis. Hal ini disebabkan, pada musim
hujan/dingin orang cenderung mengurangi konsumsi makanan/minuman dingin,
sebaliknya mereka beralih ke makanan/minuman yang bisa menghangatkan tubuh
mereka. Penurunan omset tersebut bisa disiasati dengan menambah menu jualan, jika
di musim panas kamu jualan es cincau, di musim hujan produksi es cincau
dikurangi, dan bisa kamu lengkapi menu lain yang banyak dicari orang di musim
dingin, misalnya wedang asle atau ronde.
- Situasi politik
Bagaimana situasi politik bisa menjadi factor
yang mempengaruhi omset penjualanmu? Contoh yang baru saja kita alami bersama,
yaitu masa jelang PEMILU April 2019. Selama kurang lebih 6 bulan Negara
disibukkan dengan kegiatan kampanye dan tetek-bengek yang berkaitan dengan
persiapan pesta demokrasi tersebut. Nah, selama enam bulan itu berpengaruh
sekali loh dengan permintaan barang. Cerita sedikit tentang pengalamanku
sendiri, selama ini selain jalanin usaha olshop fesyen, aku juga ada usaha
agen/distributor buku, spesialisasi buku pendidi an luar sekolah (PLS) yaitu
modul-modul pembelajaran yang banyak dibutuhkan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat). Meskipun begitu aku juga melayani pesanan lain, yang tidak
jauh-jauh dari kebutuhan PKBM itu sendiri, seperti meja belajar, rak buku,
lemari, sampai baju batik untuk pengurus-pengurusnya. Pihak customer yang
memesan modul di tempatku seringkali menulis daftar kebutuhan untuk PKBM atau
sekolahnya, lalu minta dicarikan sekalian.
Selama ini aku punya customer setia yang
setiap tahun selalu ada permintaan barang, biasanya ada 2 kali permintaan dalam
1 tahun, yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Permintaan bulan Februari
biasanya direalisasikan pada bulan April/Mei, akhir Mei atau awal Juni sudah
dilakukan pelunasan. Permintaan bulan Agustus biasanya direalisasikan pada
sekitar bulan September atau Oktober, mentok sampai akhir tahun, semua clear.
Tapi, pada tahun 2018 permintaan turun, biasanya setahun 2 kali, kemarin hanya
sekali. Lalu, di tahun 2019 ini, biasanya bulan Februari sudah mulai ada surat
permintaan barang masuk, tapi bulan maret baru ada tanda-tanda, yaitu mulai ada
permintaan katalog product 2019. Katanya mau mempelajari katalognya dulu, surat
permintaan barang dikirimkan setelah PEMILU. Kenapa menunggu setelah PEMILU?
Karena anggaran/bantuan dari pemerintah belum pada turun, diperkirakan baru
cair setelah pesta demokrasi selesai. Jadi,…sabarrr duluuuuu. Saat ini PEMILU sudah
selesai, tapi orang kembali disibukkan dengan kegiatan bulan suci Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri. Akhirnya, kembali tertunda, nanti setelah lebaran, begitu
kata customerku. Sabar…kalau rejeki tidak akan kemana. Bagitulah, aku kira
sedikit ceritaku di atas sudah bisa memberikan gambaran korelasi antara
pengaruh situasi politik terhadap omset penjualan kita.
Bagaimana cara aku mengatasi masalah itu?
Mungkin karena aku ada tiga lini usaha, yaitu kost, toko pakaian, dan
distributor buku, jadi ketiganya bisa saling menopang, artinya ketika salah
satu mengalami penurunan omset penjualan yang disebabkan faktor ekternal seperti
disebutkan di atas, usaha lain bisa diandalkan. Akan berbeda jika usaha kita
hanya satu jenis, dan sumber penghasilan kita juga hanya bersumber pada usaha
tersebut, maka jika terjadi hal-hal seperti di atas, bisa dipastikan usaha akan
goyah.
- Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah ini bisa terkait
dengan diberlakukannya undang-undang baru atau bisa juga berupa instruksi
pemerintah yang sifatnya temporer atau sementara waktu. Aku kasih contoh yang
masih hangat saja, yaitu adanya pembatasan akses social media (whatsapp, Instagram, dan Facebook) oleh
MENKOMINFO selama 3 hari, terhitung dair tanggal 22-25 Mei. Bagi mereka yang
menggunakan medsos sebatas untuk hiburan atau senang-senang mungkin ngga begitu
berpengaruh, kecuali kesal saja karena tidak bisa leluasa membuka foto/video
yang berseliweran di beranda. Kadang ada teman unggah video dengan diberi
caption yang mengundang rasa penasaran, tapi ga bisa buka videonya. Kesal, ya mungkin
sebatas itu. Tapi, bagi orang yang memanfaatkan social media untuk berjualan,
medsos adalah pasar. Jadi, adanya pembatasan akses social media oleh MENKOMINFO
= MENUTUP PASAR. Bagaimana bisa berjualan kalau pasarnya saja ditutup. Dalam
hal ini penjual dan pembeli sama-sama dirugikan.
Sosmed bersifat maya tapi kita berinteraksi
dan melakukan transaksi jual beli dengan customer secara riil. Ya, meski tidak
bertatap muka langsung, bahkan tidak pernah ketemu atau kenal sebelumnya, tapi
terjadi transaksi nyata, buyer mentransfer sejumlah uang ke rekening seller
untuk pembayaran barang yang dibeli, dan seller mengirim barang ke
customernya. Selama pembatasan akses
sosmed berlangsung , banyak sekali pelaku bisnis online mengeluhkan penurunan
omset , bahkan ada yang tidak bisa berjualan sama sekali. Apalagi pembatasan
itu dilakukan bersamaan dengan moment menjelang ramadhan, dimana permintaan
barang sedang mengalami peningkatan tajam, terutama yang menjual produk fesyen,
makanan, dan sembako. Tidak dipungkiri,
para padagang pasti berharap bisa panen raya di moment ini.
Usaha toko bajuku pun ikut terimbas, dari
tanggal 22-24 Mei omset penjualan menurun drastis. Biasanya admin kewalahan
balas chat, selama 2 hari pertama tidak ada chat masuk di WA. Di hari ketiga,
mulai ada tapi hanya satu atau 2 orang saja, itu pun reseller. Di marketplace
pun ikut mengalami penurunan, karena sinyal internet yang down, ya selama 3
hari itu memang susah mengakses, aku sebagai seller membuka satu produk saja cuma
muter…muter…dan muter saja, terkadang sudah menunggu lama, eh gambarnya tidak
mau muncul. Calon pembeli yang ingin melihat-lihat produk pun mengalami kendala
demikian, jadinya kebanyakan mereka mengurungkan niatnya untuk membeli online.
Tanggal 25 Mei sinyal internet mulai normal kembali, secara resmi pada hari itu
MENKOMINFO mengumumkan bahwa masa pembatasan akses internet dan social media
telah berakhir. Tapi, waktu emas belanja online untuk keperluan lebaran semakin
pendek. Pihak ekpedisi sendiri juga mulai mengalami overload. Dalam kondisi
seperti ini, calon pembeli menjadi ragu untuk berbelanja online. Mereka tentu
tidak mau berspekulasi, niatnya beli baju buat hari raya, tapi barang
kemungkinan baru sampai setelah hari raya idul fitri. Penurunan omset penjualan
karena adanya pembatasan akses internet dan social media dirasakan merata,
semua pedagang online ikut merasakan.
Pedagang yang memiliki toko online dan
offline jika omset penjualan online turun masih bisa berharap dari toko
offline-nya. Bagaimana dengan usahaku sendiri? Aku memang memulai usahaku dari
pasar online, meski sekarang ada toko offline, tetapi omset jauh dari omset
online. Saat ini, penghasilan offline tokoku itu hanya sekitar 11,9% dari
seluruh omset. Sisanya 79,1% diperoleh dari pasar online, baik marketplace
maupun online lainnya (IG, FB, dan WA).
Saat ada pembatasan akses social media oleh
pemerintah kemarin aku lebih menyikapinya dengan tenang, bagaimanapun apa yang
dilakukan pemerintah demi mengatasi stabilitas politik nasional. Sambil
menunggu kondisi kondusif dan koneksi internet normal, aku pakai buat evaluasi
pekerjaan. Selama ini aku memang membuat catatan-catatan tentang kinerja
pegawai. Aku juga mencatat masalah/kendala yang dihadapi setiap bulan. Biasanya
setiap 3 bulan sekali, catatan itu aku rangkum. Dalam acara makan bersama,
evaluasi terhadap kinerja mereka aku sampaikan, misal ada complain customer mengenai
kualitas pelayanan mereka, aku sampaikan juga. Aku minta mereka menyampaikan
kendala dan permasalahan dalam pekerjaan agar bisa dibicarakan solusinya.
#omsetmenurun
#solusipenurunanomset
#menemukanpenyebabpenurunanomset
#supplierbajubatiksolo
#onlineshop
#peluangusahaonline
#jasajahitonline
#langitjua
#langitjuacollection
#mumpunibatiksolo
#batikbangausolo
#jasajahitonline
#langitjua
#langitjuacollection
#mumpunibatiksolo
#batikbangausolo