Ah, emakku ternyata kreatif, lebih tepatnya mungkin KERE-AKTIF, jadi aktif karena tak mampu beliin karet penghapus anaknya, xixixixixixixi. Jadi tahu dah, ternyata emakku penganut falsafah ‘TAK ADA ROTAN AKAR PUN JADI, tak ada setip sandal jepit pun jadi.’
Cerita ini terjadi waktu aku
duduk di kelas 2 SD, berawal saat aku kehilangan karet penghapus atau yang
dalam bahasa lokal kami disebut setip.
Suatu sore emak membimbingku mengerjakan PR matematika. Beberapa kali aku salah
menulis angka, aku pun mencari karet penghapusku. Aku cari di tempat pensil, di
tas, dan di seluruh saku tambahan tas, tapi tak aku temukan. Singkatnya, karet
penghapusku hilang. Entah terjatuh saat masih di ruang kelas, dalam perjalanan
pulang, di pinjam teman tapi tak bilang-bilang, atau aku hanya lupa memasukkan
kembali ke tas. Emak sempat bersungut-sungut juga, karena ini bukan kali
pertama aku kehilangan alat tulis. Emak beranjak pergi sambil mengomel, meninggalkanku sendiri di meja ruang tamu.
Aku memang biasa belajar di ruang tamu, maklum tidak punya meja belajar sendiri
waktu itu.
Tak seberapa lama emak sudah
kembali di sampingku. Disodorkannya sebuah benda kenyal seukuran ibu jari
sambil berkata, “Sementara pakai ini dulu untuk menghapus”. Aku amati baik-baik
karet penghapus pemberian emak. Bentuknya unik tidak seperti karet penghapus
pada umumnya. Rasa-rasanya kok seperti potongan karet sandal jepit ya, pikirku
saat itu. Akupun bilang pada emak, “Kok seperti karet sandal jepit, Mak.” Emak
pun tertawa sambil berujar, “memang itu karet sandal jepit, Emak potongkan dari
sandal jepitmu yang sudah putus talinya itu.” “Emang bisa untuk menghapus, Mak?”
tanyaku polos, yah maklumlah anak-anak. “Bisalah, setip kan dibuat dari karet, jadi karet sandal jepit pun bisa
digunakan untuk menghapus tulisan pensilmu, termasuk karet gelang yang biasa
digunakan untuk mengikat es lilin itu, bisa digunakan sebagai setip.” Tanpa ba-bi-bu, aku coba
menggunakan karet penghapus made in
emak itu, sik...isik....isik......eitts....benar juga kata emak nih, karet
sandal jepit bisa dipakai untuk menghapus tulisan pensilku, meski tak selunak
dan seenak karet penghapus yang dijual di toko. Ah, emakku ternyata kreatif,
lebih tepatnya mungkin KERE-AKTIF, jadi aktif karena tak mampu beliin karet
penghapus anaknya, xixixixixixixi. Jadi tahu dah, ternyata emakku penganut
falsafah ‘TAK ADA ROTAN AKAR PUN JADI, tak ada setip sandal jepit pun jadi.’ Duh, emak aku jadi terenyuh nih ingat
dedikasimu dulu. I LOVE YOU FOREVER MAK!!!!
Begitulah, hingga suatu ketika
ada teman yang kehilangan karet penghapus di kelasku. Aku pikir inilah saat
tepat untuk berbagi ilmu yang sudah emak transfer kepadaku. Aku dekati teman
yang kehilangan karet penghapus. Kebetulan waktu itu ada juga beberapa teman
yang sedang berkumpul. Saat sudah berada diantara teman-teman, tiba-tiba aku
berubah pikiran. Sifat anak-anakku muncul, yaitu sifat keegoan, ingin menonjol
dan tak mau kalah dengan yang lain. “Setip-mu
hilang, ya?” tanyaku pada Wulan, teman yang kehilangan setip-nya. Wulan hanya mengangguk. “Besok aku bawakan setip ya,” ujarku pada Wulan. “Emang
kamu punya setip banyak di rumah?”
tanya Wulan. “Iya, aku di rumah masih punya banyak setip,” jawabku. “Aku juga dibawain satu dong,” ucap temanku yang
lain, “Aku juga ya, bawain satu,” ucap beberapa teman lainnya. “Oke deh, besok
takbawain. Di rumah kakekku kan ada setip
banyak,” ucapku ala anak-anak tentunya kala itu. “Kakekmu jualan setip, ya?” tanya seorang teman. “Hmmmm,
nggak sih. Kakekku bisa buat setip
sendiri kok,” jawabku. “Oh, kakekmu pengusaha setip, ya?” tanya teman yang lain. “Ya, begitulah,” jawabku. Gila! Aku
sudah mengaku sebagai cucu pengusaha setip.
Padahal setip yang aku maksud adalah setip made in emak, alias potongan dari sandal jepit bekas. Duhh, apa
kata teman-teman nanti ya. Uhh salah sendiri ngapain juga harus mengaku cucu
pengusaha setip, dasar anak-anak! LOL